Deflasi di Kaltim Terkendali, BI Terus Dorong Stabilitas Harga dan Ketahanan Pangan

UpdateIKN.com, Samarinda – Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) mencatat perkembangan menggembirakan pada Mei 2025 dengan terjadinya deflasi sebesar minus 0,35 persen (mtm).
Capaian ini turut menopang laju inflasi tahunan dan tahun kalender masing-masing sebesar 1,03 persen (yoy) dan 1,30 persen (ytd), menandakan stabilitas harga yang terjaga dengan baik. Capaian deflasi ini sejalan dengan tren nasional yang mencatat deflasi minus 0,37 persen (mtm).
Menurut Budi Widihartanto, Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Kaltim, penurunan harga dipengaruhi oleh faktor musiman dan meningkatnya pasokan berbagai komoditas, khususnya dari daerah sentra produksi seperti Sulawesi Selatan, Kalimantan Selatan, dan Jawa Timur akibat panen raya.
Kelompok makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang utama deflasi dengan andil minus 0,56 persen (mtm).
“Harga cabai rawit dan bawang merah turun cukup signifikan karena pasokan dari wilayah sentra melimpah,” ujar Budi Widihartanto.
Selain itu, kelompok perumahan, air, listrik, dan bahan bakar rumah tangga turut menyumbang deflasi sebesar minus 0,01 persen (mtm), dipengaruhi oleh penurunan harga bahan bakar minyak.
Namun, laju deflasi tertahan oleh kelompok transportasi yang justru mengalami inflasi sebesar 0,14 persen (mtm) akibat lonjakan tarif angkutan udara saat libur panjang, serta kelompok perawatan pribadi dan jasa lainnya akibat kenaikan harga emas.
Untuk menjaga stabilitas harga, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) se-Kalimantan Timur secara aktif melaksanakan berbagai program dalam kerangka Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Langkah-langkah strategis terus dilakukan, mulai dari peningkatan produksi pertanian, bantuan pupuk dan sarana produksi modern seperti agriculture drone sprayer, hingga fasilitasi distribusi pangan langsung kepada petani dan Kelompok Wanita Tani (KWT).
TPID juga mendorong keterjangkauan harga saat panen raya dengan menyerap gabah kering panen bersama Bulog dan TNI sesuai harga yang ditetapkan pemerintah. Upaya ini diperkuat dengan peresmian kios pengendali inflasi pertama di Kutai Kartanegara, sebagai bentuk nyata pengendalian harga dari hulu ke hilir.
Di sisi komunikasi publik, TPID aktif menggandeng berbagai pihak termasuk tokoh agama melalui program Ulama Peduli Inflasi, serta menyosialisasikan diversifikasi pangan dan gerakan belanja bijak demi pengendalian ekspektasi masyarakat.
“Ke depan, TPID Provinsi Kalimantan Timur akan terus memperkuat sinergi antar pemangku kepentingan untuk menjalankan strategi 4K, yaitu Ketersediaan pasokan, Keterjangkauan harga, Kelancaran distribusi, dan Komunikasi efektif,” tegas Budi Widihartanto.
Ia menambahkan, penguatan peran sektor swasta melalui realisasi investasi juga akan terus didorong guna mendukung pertumbuhan ekonomi daerah yang tinggi dan berkelanjutan.
Dengan langkah-langkah konkret ini, Kaltim optimistis dapat menjaga inflasi yang rendah dan stabil, sekaligus memperkuat ketahanan pangan dan kesejahteraan petani secara berkelanjutan. (Ramadhani/Par)