UpdateIKN.com, Samarinda – Ketua Komisi IV DPRD Samarinda, Novan Syahronny Pasie, menyoroti ketimpangan distribusi sekolah tingkat menengah pertama (SMP) berdasarkan domisili warga.
Hal ini disampaikan usai rapat evaluasi pendidikan bersama jajaran eksekutif Pemkot Samarinda, Kamis (19/6/2025).
Menurut Novan Syahronny Pasie, distribusi SMP di Samarinda belum merata.
“Berdasarkan domisili, jumlah SMP sebenarnya tidak terlalu merata. Ada kelurahan yang memiliki banyak SMP, namun ada juga wilayah yang masih sangat kekurangan,” ujarnya.
Salah satu contoh krusial terjadi di Kecamatan Samarinda Seberang. Di wilayah ini, hanya terdapat satu SMP negeri, yakni SMP Negeri 3 Samarinda. Sementara itu, warga dengan domisili di perbatasan seperti Palaran dan Loa Janan Ilir kerap kesulitan mendapatkan akses masuk ke sekolah karena keterbatasan daya tampung.
“Kalau mereka tidak tertampung di SMP 3, maka pilihan terdekat adalah sekolah di Palaran. Namun secara administrasi, tetap ada kendala karena domisilinya berbeda,” terang politisi dari partai Golkar ini.
Novan Syahronny Pasie juga menegaskan perlunya pembangunan unit sekolah baru (USB) di wilayah-wilayah yang kekurangan sekolah. Hal ini telah mendapat tanggapan langsung dari Wali Kota Samarinda, yang berjanji akan menginstruksikan studi kelayakan pembangunan sekolah baru di kawasan tersebut.
“Pak Wali sudah menginstruksikan jajaran untuk melakukan studi. Jika memang tersedia lahan dan memenuhi syarat, maka InsyaAllah tahun depan bisa dilakukan pembangunan SMP baru,” katanya.
Masalah serupa juga terjadi di dapil lain, termasuk di Dapil 5. Meski jumlah sekolah tergolong banyak, namun jaraknya sangat jauh dari pemukiman warga.
“Kesulitannya saat ini adalah keterbatasan lahan dan kemampuan APBD. Karena kita juga memiliki program prioritas lain. Tapi kebutuhan pendidikan adalah investasi jangka panjang yang tidak bisa ditunda,” tegas Novan.
Sebagai solusi, Ketua Komisi IV DPRD Samarinda mengusulkan kesepakatan bersama antara legislatif dan eksekutif untuk membuat rencana jangka menengah 2–3 tahun ke depan dalam memenuhi kebutuhan sekolah.
“Kita sepakati saja, kalau mau serius memenuhi kebutuhan sekolah ini, harus ada timeline yang disepakati bersama antara eksekutif dan legislatif,” pungkas Novan Syahronny. (Putri/ADV)