DPRD Samarinda Dukung Relokasi Pertamina dan Evaluasi Izin Usaha Bermasalah

UpdateIKN.com, Samarinda – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Samarinda melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung DPRD Kota Samarinda, Rabu (6/8/2025).
Mereka menuntut relokasi PT Pertamina Patra Niaga Fuel Terminal Samarinda Group ke wilayah Palaran serta mendesak peninjauan ulang AMDAL dan izin usaha sejumlah hotel, kafe, dan tempat usaha lain yang dinilai melanggar aturan lingkungan dan tata ruang.
Aksi ini menarik perhatian publik karena menyoroti dua persoalan krusial, yaitu keamanan fasilitas vital dan kesesuaian izin lingkungan.
Dalam orasinya, mahasiswa menyampaikan bahwa keberadaan terminal Pertamina di tengah pemukiman warga sangat membahayakan. Selain rawan kebakaran, terminal tersebut juga berdekatan langsung dengan SPBU yang aktif digunakan masyarakat setiap hari.
Menanggapi aksi tersebut, Anggota Komisi II DPRD Samarinda, Viktor Yuan, menyatakan dukungannya terhadap aspirasi mahasiswa PMII. Ia menegaskan bahwa pemindahan Fuel Terminal Pertamina ke Palaran merupakan langkah logis dan mendesak untuk dilakukan demi keselamatan warga.
“Itu betul-betul berada di tengah-tengah pemukiman. Tidak boleh ada obyek vital seperti itu di tengah masyarakat. Sangat rawan percikan api, apalagi berdekatan dengan SPBU. Ini harus jadi perhatian serius,” ujar Viktor Yuan.
Dia menekankan bahwa meskipun DPRD tidak memiliki kewenangan eksekutif dalam pemindahan fasilitas BUMN, namun fungsi pengawasan dan rekomendasi tetap menjadi bagian dari tanggung jawab lembaga legislatif.
“Kewenangan memang di luar DPRD, tapi pengawasan tetap menjadi tanggung jawab kami, apalagi ini menyangkut keselamatan masyarakat Kota Samarinda,” katanya.
Selain isu Pertamina, mahasiswa PMII juga menyuarakan persoalan izin usaha yang cacat secara hukum, terutama hotel dan restoran yang berdiri di kawasan sempadan sungai dan lokasi yang tidak layak. Mereka meminta agar DPRD melakukan evaluasi mendalam terhadap perizinan dan dampak lingkungan usaha-usaha tersebut.
Viktor pun menanggapi tegas persoalan ini. Menurutnya, keberadaan usaha di tempat yang tidak sesuai dengan tata ruang kota dan mengabaikan aspek Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) dapat membahayakan warga dan merusak ekosistem.
“Banyak hotel, restoran, dan kafe yang berdiri di pinggir sungai atau sempadan. Ini tidak hanya membahayakan dirinya sendiri, tapi juga masyarakat sekitar. Samarinda sedang berbenah menuju kota bersih dan sehat, jadi semua aspek harus dievaluasi,” tegasnya.
Pemerintah Kota Samarinda saat ini tengah mengincar penghargaan Adipura, sebuah indikator keberhasilan pengelolaan lingkungan kota. Karena itu, DPRD mengajak semua pihak, termasuk pelaku usaha, untuk mematuhi regulasi demi mendukung visi kota yang bersih, sehat, dan tertata.
Aksi protes ini menjadi sinyal penting bahwa masyarakat, terutama mahasiswa, tidak tinggal diam terhadap persoalan lingkungan dan tata ruang kota. DPRD Samarinda pun berjanji akan segera memanggil pihak Pertamina, serta instansi terkait untuk membahas tuntutan tersebut secara serius. (Melani/ADV/DPRD Samarinda)