UpdateIKN.com, Samarinda –   Menjelang perayaan HUT RI, publik dihebohkan dengan munculnya isu bendera One Piece yang dikibarkan oleh sekelompok warga.

Isu ini langsung menyita perhatian berbagai kalangan, termasuk para wakil rakyat di DPRD Samarinda. Menanggapi hal tersebut, Anggota DPRD Samarinda, Abdul Rohim, memberikan pandangan yang menyejukkan sekaligus mendorong pemahaman yang lebih bijak dari masyarakat.

Menurut Abdul Rohim, polemik ini terjadi karena adanya perbedaan persepsi di tengah masyarakat. Sebagian menganggap pengibaran bendera bajak laut ala One Piece sebagai bentuk penghinaan terhadap simbol negara, sementara yang lain melihatnya sebagai ungkapan kritik sosial atas situasi yang sedang terjadi.

“Ya, jadi ini kan orang berbeda persepsi nih persoalannya. Ada yang melihat sebagai bentuk penghinaan terhadap simbol negara, salah satunya bendera. Tapi ada juga yang menganggap ini cuma bentuk kritik sosial,” ujar Abdul Rohim.

Politisi dari PKS ini, lebih cenderung melihat peristiwa ini dari sudut pandang ekspresi sosial. Menurutnya, tidak semua bentuk pengibaran simbol non-resmi harus langsung diasumsikan sebagai ancaman terhadap negara.

“Kalau saya pribadi melihat ini lebih pada ekspresi kritik sosial. Jadi tidak perlu terlalu dibesar-besarkan, apalagi jika tidak ada indikasi serius seperti mobilisasi, pendanaan, atau keterkaitan dengan gerakan separatis,” katanya.

Abdul Rohim menekankan pentingnya membedakan antara ekspresi warga yang sah dengan tindakan yang bisa mengancam kedaulatan negara. Ia mengingatkan bahwa negara ini telah memberikan ruang kepada masyarakat untuk menyampaikan kritik, asalkan dilakukan secara bertanggung jawab dan tidak menyalahi aturan hukum yang berlaku.

“Negara ini mengakomodir kritik sosial. Tapi kalau kritik ini ternyata ditunggangi oleh pihak-pihak yang ingin mengganggu stabilitas, tentu pemerintah harus bertindak tegas,” katanya.

Abdul Rohim juga mengimbau masyarakat agar tidak mudah terpancing atau bersikap reaktif. Sebaliknya, ia mengajak publik untuk tetap waspada dan terus melakukan pemantauan serta pengawasan terhadap setiap bentuk ekspresi yang muncul, terutama di momentum krusial seperti menjelang Hari Kemerdekaan Republik Indonesia.

“Kita harus tetap melakukan pengawasan. Karena ekspresi sosial bisa saja ditunggangi oleh pihak tidak bertanggung jawab. Tapi selama belum ada indikasi itu, ya kita anggap sebagai kritik sosial yang sah-sah saja,” pungkas Abdul Rohim. (Melani/ADV/DPRD Samarinda)

Iklan