WNA Suriah Ditangkap di Samarinda, Salahgunakan Visa Wisata untuk Bisnis Alat Berat

UpdateIKN.com, Samarinda – Seorang warga negara asing (WNA) asal Suriah berinisial JA ditangkap pihak Imigrasi Kelas I TPI Samarinda. Pasalnya, JA diduga melanggar Pasal 122(a) UU Nomor 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian karena menggunakan visa wisata untuk melakukan kegiatan yang tidak sesuai izin yang diberikan.
JA diketahui melakukan bisnis jual beli alat berat di Samarinda dan Kalimantan Selatan, yang seharusnya dilakukan dengan izin tinggal terbatas untuk Penanam Modal Asing (PMA).
Dalam konferensi pers, Kepala Kantor Imigrasi Kelas I TPI Samarinda, WSD Napitupulu, mengungkapkan, JA telah memanfaatkan visa wisata yang ia peroleh untuk kegiatan bisnis.
Menurut Napitupulu, kegiatan JA seharusnya membutuhkan visa khusus PMA, yang memiliki ketentuan dan persyaratan lebih ketat dibandingkan visa wisata.
“Izin tinggal terbatas PMA biasanya berlaku satu hingga dua tahun, sementara JA memilih menggunakan visa wisata untuk menghindari kewajiban pelaporan perpindahan lokasi,” katanya, Senin (30/9/2024).
Pelanggaran ini terungkap setelah penyelidikan dilakukan sejak 3 Juli 2024 silam, saat ditemukan indikasi bahwa JA berpindah-pindah wilayah, dari Jakarta, Kalimantan Selatan, hingga Samarinda, tanpa melaporkan perubahan alamat. Modus tersebut diyakini untuk menghindari deteksi pihak Imigrasi, karena visa wisata tidak mengharuskan laporan perpindahan lokasi.
Selain penyalahgunaan visa, JA juga terlibat dalam bisnis jual beli alat berat bekas, khususnya dari tambang di Kalimantan Selatan dan Samarinda. Alat berat ini dijual ke luar negeri, seperti Dubai, dengan harga yang cukup tinggi setelah diperbaharui.
“Dia menggunakan visa wisata agar kegiatannya tidak terdeteksi, padahal sebagai pemilik usaha PMA, dia seharusnya menggunakan izin tinggal khusus,” ujar Napitupulu.
JA sebenarnya memiliki perusahaan yang bergerak di sektor alat berat, namun tidak menjalankan bisnis sesuai ketentuan PMA.
Saat diperiksa lebih lanjut, ditemukan bahwa ada dua WNA Suriah lainnya yang bekerja di perusahaan tersebut dan telah memiliki izin tinggal PMA selama dua tahun. Namun, salah satu dari mereka diduga menyarankan JA untuk menggunakan visa wisata demi menghindari pajak dan kewajiban lainnya.
Hingga saat ini, pihak imigrasi masih mendalami potensi kerugian negara akibat tindakan JA. Meskipun WNA yang memiliki izin PMA tidak dikenakan pajak bulanan sebesar 100 USD, penggunaan visa wisata untuk kegiatan bisnis tetap merupakan pelanggaran serius.
“Kami juga tengah mengejar dua WNA lain yang diduga terlibat dan menyuruh JA untuk menggunakan visa wisata,” ungkap Napitupulu.
Kasus ini sedang dalam pengembangan lebih lanjut, dengan kemungkinan pihak lain yang terlibat akan segera dipanggil untuk penyelidikan. Jika mereka tidak memenuhi panggilan, pihak imigrasi akan mengeluarkan Daftar Pencarian Orang (DPO) dan bekerja sama dengan otoritas di bandara untuk mencegah mereka meninggalkan Indonesia.
JA saat ini menghadapi ancaman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda hingga Rp500 juta berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2011 Pasal 122(a) Tentang Keimigrasian. Selain itu, perusahaan yang menjadi penjamin bagi JA juga diusulkan untuk dibekukan izin pengajuan visanya. (End/Par)