Status Lahan Masih Kabur, Pembangunan Insinerator di RT 17 Baqa Samarinda Terancam Mandek

UpdateIKN.com, Samarinda – Rencana pembangunan insinerator di RT 17, Jalan Sultan Hasanuddin, Kelurahan Baqa, Samarinda Seberang, yang digadang-gadang menjadi solusi pengelolaan sampah modern, kini menghadapi hambatan besar. Masalahnya bukan pada teknologi atau dana, melainkan pada satu hal krusial: ketidakjelasan status lahan.
Pada Kamis (14/8/2025), DPRD Samarinda menggelar rapat hearing yang mempertemukan perwakilan masyarakat Kelurahan Baqa, Pemerintah Kota Samarinda, Asisten II Setda Kota Samarinda, dan pihak PDAM Tirta Kencana. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari kunjungan lapangan sebelumnya untuk membahas langsung sengketa lahan yang menjadi lokasi proyek.
Legalitas Lahan Jadi Sorotan
Anggota Komisi I DPRD Samarinda, Aris Mulyanata, menegaskan bahwa persoalan legalitas lahan tidak boleh dianggap remeh. Menurutnya, tanpa kepastian kepemilikan yang sah, proyek insinerator berisiko memicu konflik sosial di kemudian hari.
“Pemerintah punya dasar kepemilikan apa? Mereka mau melakukan relokasi dan memberi uang kerahiman, tapi baik pemerintah maupun warga sama-sama tidak punya legalitas yang jelas,” tegas Aris.
Informasi yang beredar menyebut luas lahan mencapai sekitar 10 hektare. Dokumen yang ada hanya berupa surat segel dan SPPT yang diterbitkan pada tahun 1983. Namun, bukti resmi kepemilikan belum pernah diperlihatkan secara terbuka kepada DPRD maupun masyarakat.
DPRD Samarinda menuntut pihak Asisten II Setda Kota untuk menunjukkan bukti kepemilikan tersebut, dan bahkan berencana mengundang perwakilan warga agar menyaksikan langsung dokumen yang akan diperlihatkan.
Aris mengingatkan bahwa berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 5 Tahun 1960, seluruh bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara. Namun, hak-hak perdata warga tetap diakui jika ada bukti sah kepemilikan atau penguasaan lahan.
“Semua tanah itu milik negara, tapi masyarakat bisa memiliki hak atas tanah jika memenuhi ketentuan hukum. Maka, sebelum membahas teknis pembangunan insinerator, legalitas lahan harus jelas dulu,” ungkapnya.
Untuk memastikan kebenaran dokumen, DPRD Samarinda akan melayangkan surat resmi ke Bagian Aset Pemkot Samarinda guna membuka arsip kepemilikan lahan. Hal ini penting agar semua pihak memahami dasar hukum sebelum mengambil langkah lebih lanjut.
“Ini aset negara, tidak bisa dibawa kemana-mana. Untuk melihat dokumennya, harus bersurat resmi agar bisa dikeluarkan dari gudang arsip,” kata Aris.
Ketidakjelasan status lahan ini bukan hanya masalah administrasi, tetapi juga berpotensi menimbulkan gesekan antarwarga maupun antara warga dan pemerintah. Proyek insinerator yang seharusnya membawa manfaat lingkungan bisa berbalik menjadi sumber konflik jika masalah lahan tidak diselesaikan.
Dengan kondisi ini, DPRD Samarinda mendorong Pemerintah Kota untuk segera menyelesaikan persoalan legalitas lahan di RT 17 Baqa sebelum melangkah ke tahap pembangunan. Kejelasan status lahan akan menjadi pondasi kuat agar proyek pengelolaan sampah ini berjalan tanpa hambatan dan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. (Melani/ADV/DPRD Samarinda)