Jahidin Soroti Perusahaan Tambang Pakai Jalan Negara untuk Kepentingan Komersial

UpdateIKN.com, Samarinda – Anggota Komisi III DPRD Kaltim Jahidin menyoroti serius praktik penggunaan jalan negara oleh perusahaan tambang batubara untuk kegiatan operasional angkut batu bara.
Hal ini disampaikannya setelah melakukan kunjungan kerja DPRD Kaltim ke wilayah operasional perusahaan tambang tersebut.
Jahidin menegaskan bahwa jalan nasional yang menghubungkan Berau, Kutai Timur (Kutim), hingga ke Samarinda adalah sarana vital bagi masyarakat. Jalan ini seharusnya digunakan untuk kepentingan umum, bukan dimanfaatkan secara sepihak untuk aktivitas komersial perusahaan.
“Jalan nasional adalah prasarana publik. Saat PT KPC memanfaatkannya bolak-balik untuk angkut batu bara, sementara belum ada jalan alternatif atau pengganti yang disiapkan, ini jelas menyimpang,” tegas Jahidin, beberapa waktu lalu.
Dari informasi yang disampaikan oleh pihak perusahaan kepada DPRD Kaltim bahwa perusahaan telah memperoleh rekomendasi penggunaan jalan tersebut. Namun, Jahidin membantah keras pemahaman ini.
“Rekomendasi bukanlah izin. Dalam aspek hukum, rekomendasi sifatnya boleh diterima, boleh juga tidak. Jika jalan hendak dialihkan fungsinya untuk kepentingan khusus, maka seharusnya pengganti jalan itu disiapkan lebih dulu. Setelah layak dan diperiksa, baru bisa dimanfaatkan. Ini sudah satu tahun lebih, pengganti jalan belum ada, tapi pemanfaatan jalan negara terus dilakukan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Anggota Fraksi PKB ini mengungkapkan bahwa praktik menghentikan kendaraan umum demi memberi jalur pada armada perusahaan tambang adalah bentuk pengabaian terhadap hak publik.
“Security KPC menyetop kendaraan umum agar armada mereka bisa lewat. Ini menghambat mobilitas masyarakat. Kita tidak bisa terima karena tak ada jalur alternatif,” ujarnya.
Jahidin menegaskan, sebagai orang hukum, ia berkesimpulan bahwa penggunaan jalan nasional oleh perusahaan tersebut saat ini belum sah secara hukum.
“Saya tegaskan, penggunaan jalan nasional oleh KPC itu belum sah. Harus ada izin resmi, bukan sekadar rekomendasi. Kalau tidak sesuai prosedur, ini pelanggaran,” tutupnya. (Putri/ADV)