UpdateIKN.com, Samarinda  – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Kalimantan Timur (Kaltim) menetapkan dan menahan Tersangka A, Direktur Operasional PT Kace Berkah Alam (KBA) dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan keuangan pada Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS) periode 2017 hingga 2020. Penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan dua alat bukti yang cukup sesuai dengan ketentuan Pasal 184 KUHAP.

Tersangka A ditahan selama 20 hari di Rumah Tahanan Negara Kelas I Samarinda. Langkah tersebut diambil karena ancaman pidana yang disangkakan lebih dari lima tahun penjara, serta adanya kekhawatiran tersangka akan melarikan diri, menghilangkan barang bukti, atau mengulangi perbuatannya.

Dia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1), Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam penyidikan, Tersangka A diduga berperan penting dalam kerja sama jual beli batubara yang dilakukan tanpa prosedur dan dokumen legal. Pada tahun 2019, ia bersama Brigjen TNI (Purn.) IGS, Direktur Utama Perusda BKS saat itu, membuat dua perjanjian kerja sama jual beli batubara yang tidak tercantum dalam Rencana Kerja dan Anggaran Perusahaan (RKAP). Perjanjian dilakukan tanpa proposal kerja sama, studi kelayakan, analisis risiko bisnis, serta tanpa persetujuan Dewan Pengawas dan Kuasa Pemegang Modal (KPM) yakni Gubernur Kaltim.

Selain itu, PT KBA tidak memiliki Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi (IUP OP) maupun izin khusus pengangkutan dan penjualan batubara. Meski demikian, perusahaan tetap menerima dana investasi dari Perusda BKS sebesar Rp7.194.863.838. Dana tersebut tidak pernah dikembalikan dan justru digunakan untuk memperkaya diri sendiri.

Tersangka A juga diketahui menginisiasi kerja sama antara Perusda BKS dengan PT Raihmadan Putra Berjaya yang dilakukan tanpa dasar hukum yang sah. Dalam kerja sama tersebut, perusahaan menerima pembayaran senilai Rp3,93 miliar, di mana sebagian dana tersebut digunakan oleh Tersangka A untuk kepentingan pribadi.

Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kaltim total kerugian negara akibat kasus ini mencapai Rp21.202.001.888. Dari jumlah tersebut, sekitar Rp7,19 miliar berasal dari peran langsung Tersangka A melalui PT KBA.

Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, menyampaikan bahwa penyidik terus mendalami peran Tersangka A dalam rangkaian kerja sama ilegal tersebut.

“Perbuatan tersangka menunjukkan adanya itikad untuk memperkaya diri sendiri dan pihak lain secara melawan hukum. Tindakan ini tidak hanya melanggar peraturan pengelolaan keuangan negara, tetapi juga merusak tata kelola BUMD yang seharusnya dijalankan secara transparan dan akuntabel,” ujar Toni.

Ia menambahkan bahwa hasil penyidikan sejauh ini menguatkan dugaan keterlibatan pihak-pihak lain dalam skema kerja sama batubara yang tidak sah tersebut.

“Kami masih terus mendalami kemungkinan adanya peran pihak lain yang turut serta atau membantu dalam proses pengelolaan dana yang merugikan keuangan negara,” katanya.

Proses hukum terhadap tersangka A kini terus berlanjut untuk memastikan seluruh pihak yang terlibat mempertanggungjawabkan perbuatannya di hadapan hukum. (Ramadhani/Par)

Iklan