UpdateIKN.com, Jakarta – Pada minggu pertama Oktober 2024, nilai tukar Rupiah mengalami pelemahan signifikan. Berdasarkan laporan Bank Indonesia, pada Kamis, 3 Oktober, Rupiah ditutup di level Rp15.415 per dolar AS, sementara yield Surat Berharga Negara (SBN) 10 tahun naik menjadi 6,51 persen.
Pada saat yang sama, indeks dolar AS (DXY) menguat ke 101,99 dengan yield US Treasury 10 tahun meningkat menjadi 3,846 persen. Keesokan harinya, Jumat, 4 Oktober, Rupiah kembali dibuka melemah pada level Rp15.480, sementara yield SBN juga naik ke 6,62 persen.
Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia, Ramdan Denny Prakoso, dalam keterangan tertulisnya menjelaskan, bahwa fluktuasi nilai tukar ini disebabkan oleh dinamika aliran modal asing yang terjadi di pasar keuangan Indonesia.
Sepanjang minggu kelima September 2024, nonresiden mencatatkan beli neto di pasar SBN sebesar Rp6,13 triliun, sementara di pasar saham terjadi jual neto sebesar Rp4,36 triliun dan di pasar Sertifikat Bank Indonesia Rupiah (SRBI) tercatat jual neto Rp1,20 triliun. Secara total, agregat transaksi pada periode 30 September hingga 3 Oktober 2024 mencatatkan beli neto sebesar Rp0,57 triliun.
“Fluktuasi Rupiah ini tak lepas dari sentimen global,” tulisnya.
Premi Credit Default Swap (CDS) Indonesia 5 tahun naik tipis dari 67,50 basis poin (bps) pada 27 September menjadi 68,02 bps per 3 Oktober 2024, yang mencerminkan meningkatnya kehati-hatian investor terhadap risiko ekonomi eksternal.
Secara kumulatif, sepanjang tahun 2024 hingga awal Oktober, aliran modal asing mencatatkan beli neto sebesar Rp191,75 triliun di SRBI, Rp49,92 triliun di pasar saham, dan Rp36,42 triliun di pasar SBN. Di Semester-II 2024, aliran modal asing tercatat beli neto Rp61,41 triliun di SRBI, Rp70,38 triliun di pasar SBN, dan Rp49,58 triliun di pasar saham.
Bank Indonesia menegaskan, bahwa pihaknya akan terus memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas terkait untuk mengoptimalkan bauran kebijakan, demi menjaga stabilitas ekonomi eksternal. (**)