UpdateIKN.com, Kutim  – Bawaslu Kutai Timur (Kutim) terus menggalakkan upaya untuk memastikan Pilkada berjalan dengan jujur dan adil.

Ketua Bawaslu Kutim, Aswadi, menekankan, partisipasi aktif masyarakat merupakan kunci sukses dalam menjaga integritas proses demokrasi ini, terutama di wilayah Kutai Timur yang memiliki dinamika politik cukup kompleks.

Keterlibatan masyarakat tidak hanya sekadar memberikan suara, tetapi juga penting dalam mengawasi jalannya Pilkada dari awal hingga akhir.

Bawaslu Kutim telah menyiapkan jaringan pengawasan yang kuat di berbagai tingkatan, mulai dari kecamatan hingga tempat pemungutan suara (TPS).

“Dalam Bawaslu, ada pengawas kecamatan, pengawas desa, dan pengawas TPS. Untuk pengawas TPS itu menyesuaikan dengan jumlah TPS yang ada di Kutai Timur,” ujar Aswadi.

Dengan strategi ini, Bawaslu berharap seluruh tahapan Pilkada, mulai dari pemungutan suara hingga perhitungan suara, bisa terlaksana tanpa ada pelanggaran yang berarti.

Namun, Aswadi mengingatkan, pengawasan bukan hanya tanggung jawab Bawaslu semata. Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam mengawasi jalannya Pilkada sangat penting untuk menciptakan pemilu yang bersih.

“Masyarakat memiliki tanggung jawab besar untuk tidak hanya menjadi penonton, tetapi turut serta dalam mengawasi demi terwujudnya Pilkada yang bersih,” katanya.

Hal ini menjadi bentuk nyata bahwa pemilih bukan hanya sekadar pemberi suara, namun juga pengawas demokrasi yang aktif.

Aswadi juga menekankan pentingnya menjadi pemilih cerdas yang kritis terhadap informasi yang diterima, terutama di era digital yang mudah disusupi hoaks dan ujaran kebencian. Salah satu bentuk pemilih cerdas adalah mereka yang tidak menggunakan almamater atau atribut lembaga pendidikan saat mengikuti kampanye.

“Untuk jadi pemilih yang cerdas, contoh kecilnya adalah tidak mengenakan almamater pendidikan dalam mengikuti kampanye. Karena secara tidak langsung akan membawa unsur sekolah atau lembaga pendidikan,” tegas Aswadi.

Menurutnya, keterlibatan lembaga pendidikan dalam politik praktis bisa merusak citra netralitas pendidikan dan mencampurkan kepentingan politik ke dalam ruang akademik. Oleh sebab itu, mahasiswa dan pelajar harus lebih berhati-hati dalam menyerap informasi yang beredar, terutama terkait Pilkada.

Penyebaran hoaks, terutama yang menyangkut isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-Golongan), sangat berpotensi memecah belah masyarakat dan merusak proses demokrasi yang sedang dibangun.

“Jangan menyebarkan informasi atau berita hoaks serta yang berbau SARA,” imbuh Aswadi.

Informasi yang tidak valid dan propaganda politik negatif hanya akan mengacaukan proses demokrasi yang seharusnya jujur dan adil. Dengan pengawasan yang baik dan pemilih yang cerdas, Aswadi yakin bahwa Pilkada di Kutim akan berjalan lancar dan sesuai harapan. (**/Par)

Iklan