Anggota DPRD Kaltim Soroti Dampak Ekonomi Penutupan Big Mall Samarinda Pascakebakaran

UpdateIKN.com, Samarinda – Penutupan Big Mall Samarinda pasca insiden kebakaran beberapa waktu lalu kini menjadi perhatian serius berbagai pihak, termasuk Anggota Komisi II DPRD Kalimantan Timur (Kaltim) Sigit Wibowo.
Menurutnya, penutupan pusat perbelanjaan terbesar di Samarinda itu menimbulkan dampak ekonomi yang tidak bisa dipandang sebelah mata.
Sigit menyebutkan bahwa Big Mall bukan sekadar pusat perbelanjaan, tetapi telah menjadi ikon kota dan destinasi utama masyarakat Samarinda maupun dari wilayah sekitar.
“Kalau Big Mall ini sebenarnya segmennya menengah ke atas. Saya lihat dari Samarinda dan daerah sekitarnya, masyarakat banyak yang mengarah ke Big Mall,” ujarnya baru-baru ini.
Dampak ekonomi dari penutupan Big Mall, lanjutnya, tidak hanya dirasakan oleh manajemen atau tenant, tetapi juga oleh konsumen, pekerja, dan bahkan pelaku UMKM yang bergantung pada aktivitas ekonomi di sana. Dengan tidak beroperasinya mall tersebut, terjadi pergeseran pengunjung ke pusat perbelanjaan lain seperti Mall Lembuswana dan Samarinda Central Plaza (SCP).
“Artinya pasti pengaruhnya besar. Tapi saya tidak bisa menghitung pasti. Yang jelas, karena Big Mall tutup, otomatis mall-mall lain diuntungkan. Namun ini bukan solusi jangka panjang,” katanya.
Sebagai pusat perbelanjaan terbesar di Samarinda, Big Mall memiliki fungsi ganda, yakni komersial dan simbolik. Penutupan mendadak akibat insiden kebakaran membawa dampak psikologis dan sosial. Hal ini mendorong perlunya tanggung jawab menyeluruh, bukan hanya dari manajemen Big Mall, tetapi juga dari pemerintah daerah.
“Big Mall itu sebagai ikon, seperti di Balikpapan ada mall besar juga. Pihak manajemen harus bertanggung jawab penuh. Begitu pula Pemkot yang mengeluarkan izinnya harus segera melakukan evaluasi dan peninjauan menyeluruh,” kata Sigit.
Ia juga menekankan bahwa evaluasi tidak boleh hanya terbatas pada Big Mall.
“Jangan hanya fokus di satu tempat saja, tapi bangunan-bangunan lain, mall-mall lain juga harus diperiksa. Keselamatan dan kelayakan bangunan menjadi tanggung jawab bersama, baik Pemkot maupun Pemprov,” tegasnya.
Menanggapi siapa yang bertanggung jawab dalam kasus seperti ini, Sigit menjelaskan bahwa ranah perizinan bangunan seperti Mall Lembuswana misalnya, juga melibatkan Pemerintah Kota karena masuk dalam kawasan Badan Usaha Tetap (BUT).
“Artinya, semua pihak harus bergerak bersama. Pemprov juga punya tanggung jawab, Pemkot Samarinda juga bertanggung jawab,” pungkasnya. (Putri/ADV)