UpdateIKN.com, Samarinda –   Nilai ekspor Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) pada Januari 2025 tercatat sebesar US$1.678,22 juta, mengalami penurunan signifikan 30,61 persen dibandingkan dengan Desember 2024.

Penurunan ini dipengaruhi oleh anjloknya ekspor migas, nonmigas, dan bahan bakar mineral. Meski demikian, neraca perdagangan Kaltim tetap mencatat surplus sebesar US$1.287,74 juta.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Kaltim, Yusniar Juliana, mengungkapkan, bahwa ekspor migas pada Januari 2025 hanya mencapai US$173,91 juta, turun 45,09 persen dibanding bulan sebelumnya. Sementara itu, ekspor nonmigas juga mengalami kontraksi 28,43 persen menjadi US$1.504,31 juta.

“Penurunan terbesar terjadi pada bahan bakar mineral, dengan nilai ekspor yang turun US$410,85 juta atau 24,32 persen dibandingkan Desember 2024,” ujar Yusniar Juliana dalam laporan resmi BPS Kaltim, Senin (3/3/2025).

Di tengah penurunan ekspor, Tiongkok tetap menjadi tujuan utama ekspor nonmigas Kaltim dengan nilai transaksi mencapai US$510,95 juta atau 33,97 persen dari total ekspor nonmigas. India menyusul di posisi kedua dengan US$231,02 juta (15,36 persen), diikuti oleh Filipina dengan US$125,57 juta (8,35 persen).

Secara sektoral, hasil tambang masih mendominasi ekspor Kaltim dengan kontribusi 76,17 persen, diikuti oleh hasil industri sebesar 13,39 persen, dan migas di urutan ketiga dengan 10,36 persen.

Tiga pelabuhan utama yang menjadi tulang punggung ekspor Kaltim pada Januari 2025 adalah Pelabuhan Balikpapan (US$466,38 juta), Pelabuhan Samarinda (US$371,47 juta), dan Pelabuhan Tanjung Bara (US$252,36 juta).

Selain ekspor, nilai impor Kaltim juga mengalami penurunan sebesar 24,75 persen dibanding Desember 2024, dengan total impor Januari 2025 tercatat US$390,48 juta.

Impor migas menurun drastis 28,73 persen menjadi US$279,06 juta, sementara impor nonmigas juga turun 12,50 persen menjadi US$111,42 juta. Namun, terdapat peningkatan impor pada golongan barang mesin dan perlengkapan elektrik, yang naik 164,29 persen atau sebesar US$18,22 juta.

Malaysia menjadi negara pemasok barang nonmigas terbesar bagi Kaltim dengan nilai impor mencapai US$18,17 juta (16,31 persen). Tiongkok menyusul dengan US$15,44 juta (13,86 persen), dan Britania Raya di posisi ketiga dengan US$12,53 juta (11,25 persen).

Dari sisi penggunaan, semua golongan barang mengalami penurunan, dengan barang konsumsi turun paling dalam, yakni 85,81 persen. Barang modal dan bahan baku juga mengalami kontraksi masing-masing 29,11 persen dan 23,63 persen.

Meskipun ekspor dan impor mengalami penurunan, neraca perdagangan Kaltim tetap mencatat surplus sebesar US$1.287,74 juta. Sektor nonmigas menyumbang surplus US$1.392,89 juta, sementara sektor migas mengalami defisit US$105,15 juta.

Dengan kondisi ini, Kaltim masih mempertahankan posisi sebagai salah satu provinsi dengan kontribusi ekspor terbesar di Indonesia. Namun, penurunan ekspor dan impor di awal tahun ini menjadi perhatian, terutama dalam menghadapi dinamika pasar global dan harga komoditas yang fluktuatif. (Putri/Par)

Iklan